Monday 15 July 2024

Cara Buat Banyak Sertifikat secara Otomatis di Canva

 

Cara Buat Banyak Sertifikat secara Otomatis di Canva

Canva adalah platform desain dan komunikasi visual online dengan misi memberdayakan semua orang di seluruh dunia agar dapat membuat desain apa pun dan mempublikasikannya di mana pun (https://www.canva.com/id_id/about/).

Canva lovers pasti tidak asing dengan ribuan template yg tersedia di canva yang memudahkan pekerjaan, mulai dari membuat poster hingga membuat sertifikat. Nah buat panitia kegiatan tidak perlu bingung lagi dalam menggandakan sertifikat acara apalagi dengan peserta yang berjumlah ratusan, berikut tutorial untuk membuat sertifikat secara massal dengan cepat.

Disclaimer: Tools ini hanya bisa digunakan dengan akun canva pro.

1.   Sediakan desain sertifikat dan data isian

Kamu dapat memakai template yang tersedia dari yang gratis sampai berbayar, adapun data isian sertifikat bisa di buat dalam Ms. Excel untuk memudahkan menyalin dan menempel di canva, contohnya seperti berikut:

2.   Klik tools aplikasi kemudian Pilih ‘Buat Banyak’ seperti tertera di gambar dan masukkan data secara manual

3.   Salin data dari Ms. excel yang sudah di susun sebelumnya, selanjutnya tempel di halaman tambah data dengan cara mengarahkan kursor ke kolom pertama dan klik perintah selesai.

4.   Hubungkan desain dengan data yang telah di unggah. Proses menghubungkan data dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Lanjutkan proses dan buat desain sesuai jumlah data yang di input di atas.

5.   Selesai

Nah itu dian Canva lovers, cara buat banyak sertifikat secara otomatis di canva. Apabila kawan-kawan ada kendala terkait akun yang masih basic, kamu dapat berlangganan secara terjangkau dengan membeli di marketplace digital seperti shopee dan Tokopedia.

 

Sunday 14 July 2024

Mengukur Produktivitas Dalam Pengembangan Perangkat Lunak

 
Mengukur Produktivitas Dalam
Pengembangan Perangkat Lunak

 

Produktivitas dalam pengembangan perangkat lunak adalah faktor kunci dalam menentukan efisiensi dan keberhasilan proyek.

Produktivitas ini dapat di ukur dengan rumus :

Berikut adalah beberapa metode umum yang digunakan untuk mengukur produktivitas dalam pengembangan perangkat lunak:

  1.         Lines of Code (LOC)
  2.        Function Points
  3.        Story Points
  4.       Velocity
  5.       Cycle Time
  6.       Defect Density
  7.       Customer Satisfaction
  8.       Earned Value Management (EVM)

 A.        Lines of Code (LOC)

Lines of Code atau LoC adalah metode yang digunakan untuk mengukur ukuran suatu aplikasi dengan mengidentifikasi jumlah aktual Lines of Code yang dimilikinya. Misalnya, proyek perangkat lunak kecil biasanya memiliki antara 500 hingga 5000 Baris Kode, sedangkan proyek perangkat lunak besar dapat memiliki ribuan atau bahkan jutaan Baris Kode (LoC).

Misalkan Anda memiliki tim pengembangan yang bekerja pada proyek pengembangan perangkat lunak selama satu minggu. Berikut adalah jumlah baris kode yang ditulis oleh setiap anggota tim:

·       Developer A: Menulis 1000 baris kode

·       Developer B: Menulis 800 baris kode

·       Developer C: Menulis 1200 baris kode

·       Developer D: Menulis 900 baris kode

Total baris kode yang ditulis oleh tim dalam satu minggu adalah:

1000+800+1200+900=3900 baris kode

Jadi, rata-rata produktivitas per minggu adalah:

Ini adalah contoh sederhana menggunakan LOC sebagai metrik untuk mengukur produktivitas. Namun, perlu diingat bahwa LOC tidak selalu menjadi indikator produktivitas yang akurat karena tidak memperhitungkan kualitas kode, kompleksitas tugas, atau efisiensi pengembangan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan metrik tambahan dan konteks proyek secara menyeluruh saat mengevaluasi produktivitas tim pengembangan perangkat lunak.

Metode yang Digunakan untuk Mengukur LoC

Ada dua metode yang umum digunakan untuk mengukur parameter ini yaitu; metode fisik dan logis. Beginilah cara keduanya menunda

1.    Baris Kode Fisik:

Dengan metode ini, baris kode dihitung secara fisik tanpa menyertakan komentar dan spasi.

2.    Baris Kode Logis:

Metode ini hanya mengukur jumlah pernyataan yang dapat dieksekusi dalam kode.

Mari kita gunakan contoh di bawah ini untuk membedakan keduanya;

for (i = 0; i< 100; i++)

{

printf("hello");

}

Dalam ilustrasi di atas kode ini, segmen memiliki empat baris kode fisik dan dua baris kode logis. Baris kode yang logis adalah; pernyataan for dan pernyataan print.

 

B.        Function Points

Metode ini mengukur produktivitas berdasarkan pada kompleksitas fungsional perangkat lunak. Ini memperhitungkan faktor seperti jumlah input dan output yang diproses oleh sistem, jumlah antarmuka pengguna, dan sebagainya.

Metode ini biasanya menggunakan data pada proyek sebelumnya, Function Point dapat digunakan untuk:

ü  Memperkirakan biaya atau usaha yang diperlukan dalam tahap perancangan, coding, maupun pengujian.

ü  Memperkirakan jumlah error yang ditemui pada saat pengujian

ü  Memperkirakan jumlah komponen atau sumber baris pada tahap implementasi

Function Point diturunkan dari hubungan empiris antara Informasi domain perangkat lunak yang dapat diukur secara langsung dengan ukuran kualitatif kompleksitas perangkat lunak. Berikut ini adalah nilai domain Informasi yang harus didefinisikan dalam menentukan function point sebuah perangkat lunak:

1.    Jumlah input eksternal (External Input – EIs). Input berasal dari luar sistem, baik dari user maupun sistem lainnya yang selanjutnya digunakan untuk mengupdate Internal Logical Files.

2.    Jumlah output eksternal (External Output – EOs). Output merupakan data yang ditampilkan pada aplikasi untuk menyediakan Informasi kepada user, baik dalam bentuk laporan, tampilan di layar, pesan error, dst.

3.    Jumlah inquiries eksternal (External Inquiries – EQs). Inquiries eksternal didefinisikan sebagai input online yang memicu respon dari software untuk menghasilkan output online.

4.    Jumlah file logikal internal (Internal Logical Files – ILFs). File logika internal merupakan data yang dikelompokkan secara logis , disimpan secara internal dan didapat dari input eksternal.

5.    Jumlah file interface eksternal (External Interface Files – EIFs). Merupakan data yang dikelompokkan secara logis namun berada diluar aplikasi yang menyediakan Informasi yang dibutuhkan aplikasi.

Sedangkan ukuran kualitatif kompleksitas perangkat lunak ditentukan dari 14 faktor nilai penyesuaian (Value Adjustment Factor) sebagai berikut:

ik Sistem

Keterangan

1.

Data communications

Berapa banyak fasilitas komunikasi yang digunakan untuk membantu pengiriman atau pertukaran Informasi dengan aplikasi?

2.

Distributed data processing

Bagaimana cara menangani data yang terdistribusi dan fungsi pemrosesannya?

3.

Performance

Berapa waktu tanggapan dari sistem atau keluaran yang dibutuhkan oleh user?

4.

Heavily used configuration

Seberapa berat platform hardware digunakan yang merupakan lokasi eksekusi dari aplikasi?

5.

Transaction rate

Seberapa sering transaksi dieksekusi setiap hari, minggu, bulan, dst?

6.

On-Line data entry

Berapa persen Informasi yang dimasukan secara online?

7.

End-user efficiency

Apakah aplikasi dirancang untuk efisiensi end-user?

8.

On-Line update

Berapa banyak ILF di update melalui transaksi online?

9.

Complex processing

Apakah aplikasi memiliki logika yang luas atau pemrosesan matematika?

10.

Reusability

Apakah aplikasi dikembangkan untuk memenuhi satu atau banyak kebutuhan?

11.

Installation ease

Seberapa sulit konversi dan instalasi?

12.

Operational ease

Seberapa efektif atau terotomatisasinya aplikasi pada saat start-up, back-up, dan prosedur recovery?

13.

Multiple sites

Apakah aplikasi dirancang, dikembangkan, dan didukung khusus untuk diinstal pada banyak site/perusahaan?

14.

Facilitate change

Apakah aplikasi dirancang, dikembangkan, dan didukung khusus untuk memfasilitasi perubahan?











Perhitungan akhir Function Point (FP) dilakukan dengan rumus berikut:

FP = count total x [0.65 x 0.01 ∑(Fi)]

·       FP: Function Point yang akan dihitung

·       Count total: total kelima nilai domain Informasi yang telah dilengkapi dengan nilai kompleksitas (sederhana, rata-rata, atau kompleks). Penentuan kriteria kompleksitas setiap domain masih bersifat subyektif. Berikut adalah contoh perhitungan count total.



·       ∑(Fi ): total 14 nilai faktor penyesuaian.

 

C.        Story Points

Metode Agile yang umum digunakan, di mana tim mengukur kompleksitas relatif dari tugas-tugas (atau "cerita-cerita") dalam skala poin. Produktivitas diukur berdasarkan pada seberapa banyak cerita yang diselesaikan dalam iterasi tertentu.

Misalkan sebuah tim pengembangan perangkat lunak memiliki dua cerita untuk dikerjakan dalam iterasi berikutnya:

  • Cerita A: Membuat halaman pendaftaran pengguna yang sederhana, hanya meminta nama pengguna, alamat email, dan password. Tidak ada validasi yang rumit, tidak ada integrasi dengan layanan lain. Diperkirakan akan membutuhkan waktu sekitar 2 hari kerja bagi seorang pengembang untuk menyelesaikan cerita ini.
  • Cerita B: Mengimplementasikan fitur pencarian yang canggih dalam aplikasi. Ini melibatkan penggunaan algoritma pencarian yang kompleks, integrasi dengan basis data yang besar, dan antarmuka pengguna yang interaktif. Diperkirakan akan membutuhkan waktu sekitar 1 minggu kerja bagi seorang pengembang berpengalaman untuk menyelesaikan cerita ini.

Dalam metode Story Points, tim akan membandingkan cerita-cerita ini secara relatif terhadap satu sama lain untuk menentukan kompleksitasnya. Misalnya, tim dapat menentukan bahwa Cerita A memiliki tingkat kompleksitas yang rendah, sementara Cerita B memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.

Misalkan tim memutuskan untuk memberikan nilai sebagai berikut:

Cerita A: 3 Story Points

Cerita B: 8 Story Points

Artinya, Cerita B dianggap lebih kompleks daripada Cerita A, sehingga memiliki nilai Story Points yang lebih tinggi.

Dengan menggunakan Story Points, tim dapat memperkirakan seberapa banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam satu iterasi pengembangan, serta mengukur produktivitas tim dari iterasi ke iterasi.

D.        Velocity

Velocity Ini adalah metrik yang digunakan dalam pengembangan perangkat lunak Agile. Ini mengukur jumlah kerja yang diselesaikan oleh tim dalam satu iterasi pengembangan. Ini sering diukur dalam bentuk jumlah cerita atau poin cerita yang selesai dalam satu iterasi yang biasanya disebut sebagai sprint. Ini diukur dalam satuan poin cerita atau cerita yang selesai dalam satu iterasi.

 

Misalkan sebuah tim pengembangan menggunakan poin cerita untuk mengukur ukuran pekerjaan. Mereka memiliki sprint selama dua minggu dan berhasil menyelesaikan cerita-cerita berikut:

 

Sprint 1: 8 cerita

Sprint 2: 7 cerita

Sprint 3: 9 cerita

Dalam hal ini, total cerita yang diselesaikan dalam tiga sprint adalah 8 + 7 + 9 = 24 cerita. Oleh karena itu, rata-rata velocity tim untuk sprint-sprint ini adalah 24 cerita / 3 sprint = 8 cerita per sprint.

Velocity ini memberikan perkiraan kepada tim pengembangan dan pemangku kepentingan lainnya tentang seberapa banyak pekerjaan yang dapat mereka lakukan dalam satu iterasi pengembangan. Dengan menggunakan velocity ini, tim dapat merencanakan sprint berikutnya dengan lebih baik dan membuat perkiraan waktu yang lebih akurat untuk menyelesaikan fitur-fitur atau tugas-tugas berikutnya.

 

E.        Cycle Time

Cycle Time Ini mengukur waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu tugas atau cerita dari awal hingga akhir. Semakin pendek siklus waktu, semakin produktif tim tersebut.

Misalkan Anda memiliki tim pengembangan perangkat lunak yang menggunakan metodologi Agile untuk mengembangkan aplikasi web. Tim ini bekerja dalam iterasi dua mingguan, atau sprint.

 

Dalam sprint pertama, tim memulai beberapa tugas atau cerita, termasuk mengimplementasikan fitur login, membuat halaman profil pengguna, dan memperbaiki bug tertentu. Setiap cerita memiliki estimasi waktu yang diestimasi oleh tim, misalnya, fitur login diperkirakan membutuhkan sekitar 5 hari kerja, pembuatan halaman profil pengguna diperkirakan membutuhkan 3 hari kerja, dan perbaikan bug diperkirakan membutuhkan 2 hari kerja.

Pada akhir dua minggu sprint, tim berhasil menyelesaikan semua tugas yang direncanakan. Cycle Time untuk masing-masing tugas dihitung sebagai berikut:

Ø  Fitur Login: Tugas ini mulai pada hari pertama sprint dan selesai pada hari ke-5. Cycle Time-nya adalah 5 hari.

Ø  Halaman Profil Pengguna: Tugas ini dimulai pada hari ke-2 sprint dan selesai pada hari ke-4. Cycle Time-nya adalah 3 hari.

Ø  Perbaikan Bug: Tugas ini dimulai pada hari ke-3 sprint dan selesai pada hari ke-4. Cycle Time-nya adalah 2 hari.


Jadi, untuk sprint tersebut, rata-rata Cycle Time untuk setiap tugas adalah:

Misalkan Total Cycle Time Tugas adalah 5 + 3 + 2 = 10 hari, dan Jumlah Tugas adalah 3.


Dengan demikian, rata-rata Cycle Time untuk sprint tersebut adalah sekitar 3,33 hari per tugas. Ini memberikan gambaran kepada tim tentang seberapa efisien mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas dalam sprint tersebut. Tujuan selanjutnya bisa menjadi untuk mengurangi rata-rata Cycle Time dalam sprint berikutnya.

 

F.        Defect Density

Defect Density mengukur jumlah bug atau cacat per unit kode. Berikut adalah contoh bagaimana Defect Density dapat dihitung dalam konteks pengembangan perangkat lunak:

Misalkan Anda memiliki proyek pengembangan perangkat lunak di mana tim Anda telah menyelesaikan fase pengujian pada aplikasi baru yang dikembangkan. Selama pengujian, tim menemukan total 25 bug dalam kode yang telah ditulis.

 

Selanjutnya, kode yang diuji terdiri dari total 10.000 baris kode. Defect Density dapat dihitung sebagai berikut:

Dalam kasus ini:

Jumlah Bug = 25

Jumlah Baris Kode = 10.000

Jadi, Defect Density untuk proyek ini adalah 0,0025 bug per baris kode.

Defect Density memberikan gambaran tentang seberapa baik kode perangkat lunak Anda berfungsi, dan semakin rendah nilai Defect Density, semakin sedikit bug yang ditemukan per unit kode. Tujuan utamanya adalah untuk meminimalkan Defect Density selama pengembangan perangkat lunak untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

 

G.       Defect Density

Berikut adalah contoh bagaimana Anda dapat mengukur kepuasan pelanggan dalam konteks pengembangan perangkat lunak:

Misalkan Anda telah meluncurkan aplikasi baru yang dikembangkan oleh tim Anda. Untuk mengukur kepuasan pelanggan, Anda dapat menggunakan beberapa metode:

Survei Kepuasan Pelanggan: Anda dapat mengirimkan survei kepada pengguna untuk menilai pengalaman mereka dengan menggunakan aplikasi. Pertanyaan dapat mencakup kegunaan, kinerja, keandalan, dan kepuasan secara umum.

Review Pengguna: Melacak ulasan dan rating aplikasi di toko aplikasi (seperti Google Play Store atau Apple App Store) dapat memberikan gambaran tentang kepuasan pengguna secara keseluruhan. Anda dapat memantau komentar pengguna untuk mendapatkan wawasan tentang area mana yang memerlukan perbaikan.

Interaksi Langsung: Berkomunikasi langsung dengan pelanggan melalui email, obrolan langsung, atau forum pengguna dapat membantu Anda mendapatkan umpan balik yang lebih mendalam tentang kebutuhan dan masalah mereka.

Misalkan setelah peluncuran aplikasi Anda, Anda mengumpulkan umpan balik dari 100 pengguna melalui survei kepuasan pelanggan. Dari survei tersebut, Anda menemukan bahwa 80% pengguna memberikan penilaian positif terhadap aplikasi dan 20% memberikan umpan balik negatif.

Dengan demikian, Customer Satisfaction Rate (CSR) Anda dapat dihitung sebagai berikut:

Jadi, Customer Satisfaction Rate (CSR) untuk aplikasi Anda adalah 80%. Ini menunjukkan bahwa mayoritas pengguna puas dengan aplikasi, tetapi masih ada ruang untuk perbaikan berdasarkan umpan balik dari pengguna yang tidak puas. Dengan memantau dan merespons umpan balik pelanggan dengan baik, Anda dapat terus meningkatkan kepuasan pelanggan dan kualitas produk Anda.

 

H.        Earned Value Management (EVM)

Mari kita jelaskan dengan contoh bagaimana Earned Value Management (EVM) dapat diterapkan dalam proyek pengembangan perangkat lunak:

Misalkan Anda memiliki proyek pengembangan perangkat lunak untuk membangun platform e-commerce baru. Proyek ini memiliki anggaran total $100.000 dan dijadwalkan akan diselesaikan dalam waktu 6 bulan.

Setelah 3 bulan berlalu, Anda ingin menggunakan EVM untuk mengevaluasi kinerja proyek. Berikut adalah data yang Anda miliki:

Planned Value (PV): Ini adalah nilai pekerjaan yang dijadwalkan diselesaikan pada titik waktu tertentu berdasarkan pada anggaran. Dalam proyek Anda, setelah 3 bulan, PV diharapkan sebesar $50.000, karena setengah dari anggaran sudah dialokasikan untuk fase pertama proyek.

Actual Cost (AC): Ini adalah biaya aktual yang telah dikeluarkan untuk proyek pada titik waktu tertentu. Setelah 3 bulan, AC Anda adalah $40.000.

Earned Value (EV): Ini adalah nilai pekerjaan yang sebenarnya telah diselesaikan pada titik waktu tertentu berdasarkan pada anggaran. Dalam proyek Anda, setelah 3 bulan, Anda menilai bahwa hanya 40% dari pekerjaan yang direncanakan telah selesai, sehingga EV adalah $40.000.

Dengan data ini, Anda dapat menghitung beberapa metrik kunci EVM:

ü  Cost Performance Index (CPI): Ini mengukur efisiensi biaya proyek sampai saat ini. Ini dihitung sebagai rasio antara Earned Value (EV) dan Actual Cost (AC).

ü  Schedule Performance Index (SPI): Ini mengukur efisiensi waktu proyek sampai saat ini. Ini dihitung sebagai rasio antara Earned Value (EV) dan Planned Value (PV).

Dalam contoh ini:

 

CPI = 1 menunjukkan bahwa Anda menghabiskan uang sebanyak yang diharapkan untuk mencapai tingkat pekerjaan yang telah diselesaikan.

SPI = 0,8 menunjukkan bahwa Anda sedikit tertinggal dari jadwal yang diharapkan.

Berdasarkan metrik CPI dan SPI, Anda dapat mengevaluasi kinerja proyek Anda dan mengambil tindakan yang diperlukan, seperti mengatur ulang jadwal atau mengelola biaya dengan lebih efektif, untuk memastikan bahwa proyek berjalan sesuai rencana.